September 19, 2012

Askep CVA


ASUHAN KEPERAWATAN

 PADA KLIEN DENGAN CVA

 

I.          Konsep Dasar

1.         Pengertian
        Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)
      Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994).
2.         Anatomi fisiologi
a.         Otak
       Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
   Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
    Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
       Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
       Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus  berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995).

b.         Sirkulasi darah otak
       Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998)
 Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
      Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri  serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)
    Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem : kelompok vena interna, yang mengumpulkan darah ke Vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah, ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan menuju ke jantung. (Harsono, 2000).
3.         Patofisiologi
       Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400 mcmeter mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus  arterio talamus (talamo perforate arteries) dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilaris mengalami perubahan-perubahan degenaratif yang sama. Kenaikan darah yang “abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari.
       Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besarakan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik.
       Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikutioleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
       Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
       Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
       Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Jusuf Misbach, 1999).

4.         Dampak masalah
a.         Pada individu
1)       Gangguan perfusi jaringan otak
          Akibat adanya sumbatan pembuluh darah otak, perdarahan otak, vasospasme serebral, edema otak
2)       Gangguan mobilitas fisik
           Terjadi karena adanya kelemahan, kelumpuhan dan menurunnya persepsi / kognitif
3)       Gangguan komunikasi verbal
           Akibat menurunnya/ terhambatnya sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kelemahan otot wajah
4)       Gangguan nutrisi
         Akibat adanya kesulitan menelan, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, nafsu makan yang menurun
5)       Gangguan eliminasi uri dan alvi
            Dapat terjadi akibat klien tidak sadar, dehidrasi, imobilisasi dan hilangnya kontrol miksi
6)       Ketidakmampuan perawatan diri
             Akibat adanya kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kehilangan koordinasi / kontrol otot, menurunnya persepsi kognitif.
7)       Gangguan psikologis
           Dapat berupa ketakutan, perasaan tidak berdaya dan putus asa.emosi labil, mudah marah, kehilangan kontrol diri,
8)       Gangguan penglihatan
              Dapat terjadi karena penurunan ketajaman penglihatan dan gangguan lapang pandang.
b.         Pada keluarga
1)       Terjadi kecemasan
2)       Masalah biaya
3)       Gangguan dalam pekerjaan

B.      Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
             Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)
a.             Pengumpulan data
       Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998)
1)            Identitas klien
       Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2)            Keluhan utama
       Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
3)            Riwayat penyakit sekarang
       Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000)
4)            Riwayat penyakit dahulu
       Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995)
5)            Riwayat penyakit keluarga
       Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000)
6)            Riwayat psikososial
        Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.(Harsono, 1996)
7)            Pola-pola fungsi kesehatan
a)Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
       Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
b)      Pola nutrisi dan metabolisme
       Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.
c)      Pola eliminasi
       Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
d)     Pola aktivitas dan latihan
       Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah
e)      Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
f)       Pola hubungan dan peran
       Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g)      Pola persepsi dan konsep diri
       Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
h)      Pola sensori dan kognitif
       Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
i)        Pola reproduksi seksual
       Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
j)        Pola penanggulangan stress
       Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
k)      Pola tata nilai dan kepercayaan
       Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E. Doenges, 2000)
8)       Pemeriksaan fisik
a)      Keadaan umum
(1)   Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
(2)   Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara
(3)   Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
b)      Pemeriksaan integumen
(1)   Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu
(2)   Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
(3)   Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c)      Pemeriksaan kepala dan leher
(1)   Kepala : bentuk normocephalik
(2)   Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
(3)   Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
d)     Pemeriksaan dada
        Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
e)      Pemeriksaan abdomen
          Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.
f)       Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
                Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
g)      Pemeriksaan ekstremitas
                Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h)      Pemeriksaan neurologi
(1)         Pemeriksaan nervus cranialis
       Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
(2)         Pemeriksaan motorik
       Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
(3)         Pemeriksaan sensorik
       Dapat terjadi hemihipestesi.
(4)         Pemeriksaan refleks
       Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf Misbach, 1999)
9)       Pemeriksaan penunjang
a)Pemeriksaan radiologi
(1)         CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993)
(2)         MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2000)
(3)         Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998)
(4)         Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita
stroke. (Jusuf Misbach, 1999)
b)      Pemeriksaan laboratorium
(1)         Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998)
(2)         Pemeriksaan darah rutin
(3)         Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf Misbach, 1999)
(4)         Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Linardi Widjaja, 1993)
b.         Analisa data
       Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien. (Nasrul Effendy, 1995)
c.         Diagnosa keperawatan
       Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisa dan interpretasi data yang diperoleh dari pengkajian keperawatan klien. Diagnosa keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau status kesehatan klien yang nyata (aktual) dan kemungkinan akan terjadi (potensial) di mana pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang
perawat. (Nasrul Effendy, 1995)
          Adapun diagnosa yang mungkin muncul adalah :
1)      Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intracerebral. (Marilynn E. Doenges, 2000)
2)      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia (Donna D. Ignativicius, 1995)
3)      Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori, penurunan penglihatan (Marilynn E. Doenges, 2000)
4)      Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak (Donna D. Ignativicius, 1995)
5)      Gangguan eliminasi alvi(konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat (Donna D. Ignativicius, 1995)
6)      Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan ( Barbara Engram, 1998)
7)      Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi (Donna D. Ignativicius, 1995)
8)      Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama (Barbara Engram, 1998)
9)      Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan penurunan refleks batuk dan menelan.(Lynda Juall Carpenito, 1998)
10)  Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi (Donna D. Ignatavicius, 1995).

2.         Perencanaan
       Rencana asuhan keperawatan merupakan mata rantai antara penetapan kebutuhan klien dan pelaksanaan keperawatan. Dengan demikian rencana asuhan keperawatan adalah petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat mengenai rencana tindakan yang dilakukan terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosa keperawatan.
       Rencana asuhan keperawatan disusun dengan melibatkan klien secara optimal agar dalam pelaksanaan asuhan keperawatan terjalin suatu kerjasama yang saling membantu dalam proses pencapaian tujuan keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien. (Nasrul Effendy, 1995) 
         Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah :
a              Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intra cerebral
1)         Tujuan :
Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
2)         Kriteria hasil :
-          Klien tidak gelisah
-          Tidak ada keluhan nyeri kepala
-          GCS  456
-          Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali permenit)
3)         Rencana tindakan
a)          Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab gangguan perfusi jaringan otak dan akibatnya
b)         Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
c)          Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap dua jam
d)         Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan  letak jantung (beri bantal tipis)
e)          Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
f)          Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
g)         Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
4)         Rasional
a)          Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
b)         Untuk mencegah perdarahan ulang
c)          Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat
d)         Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral
e)          Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang
f)          Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya
g)         Memperbaiki sel yang masih viabel.

b             Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia
1)            Tujuan :
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
2)            Kriteria hasil
-          Tidak terjadi kontraktur sendi
-          Bertambahnya kekuatan otot
-          Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
3)            Rencana tindakan
a)      Ubah posisi klien tiap 2 jam
b)      Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit
c)      Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
d)     Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya
e)      Tinggikan kepala dan tangan
f)       Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
4)            Rasional
a)      Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan
b)      Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
c)      Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan.

c              Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori
1)            Tujuan :
Meningkatnya persepsi sensorik : perabaan secara optimal.
2)            Kriteria hasil :
-          Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi persepsi
-          Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan merasa
-          Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap perubahan sensori
3)            Rencana tindakan
a)      Tentukan kondisi patologis klien
b)      Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian
c)      Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti memberikan klien suatu benda untuk menyentuh, meraba. Biarkan klien menyentuh dinding atau batas-batas lainnya.
d)     Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lindungan yang berbahaya. Anjurkan pada klien dan keluarga untuk melakukan pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan yang normal
e)      Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh yang sakit. Buatlah klien sadar akan semua bagian tubuh yang terabaikan seperti stimulasi sensorik pada daerah yang sakit, latihan yang membawa area yang sakit melewati garis tengah, ingatkan individu untuk merawata sisi yang sakit.
f)       Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan.
g)      Lakukan validasi terhadap persepsi klien
4)            Rasional
a)      Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai penetapan rencana tindakan
b)      Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan kinetik berpengaruh terhadap keseimbangan/posisi dan kesesuaian dari gerakan yang mengganggu ambulasi, meningkatkan resiko terjadinya trauma.
c)      Melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan intepretasi diri. Membantu klien untuk mengorientasikan bagian dirinya dan kekuatan dari daerah yang terpengaruh.
d)     Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko terjadinya trauma.
e)      Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalan mengintegrasikan sisi yang sakit.
f)       Menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan/kebingungan yang berhubungan dengan sensori berlebih.
g)      Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidakkonsistenan dari persepsi dan integrasi stimulus.

d             Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak
1)               Tujuan
Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
2)               Kriteria hasil
-       Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi
-       Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isarat
3)               Rencana tindakan
a)         Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat
b)        Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi
c)         Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya “ya” atau “tidak”
d)        Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien
e)         Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi
f)         Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara
4)            Rasional
a)         Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien
b)        Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain
c)         Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi
d)        Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif
e)         Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi
f)         Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar.

e              Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi
1)         Tujuan
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
2)         Kriteria hasil
-          Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien
-               Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan
3)         Rencana tindakan
a)         Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri
b)        Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh
c)         Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan
d)        Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau keberhasilannya
e)         Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi
4)            Rasional 
a)      Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual
b)      Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus
c)      Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan
d)     Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu
e)      Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus.

f              Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan
1)      Tujuan
Tidak terjadi gangguan nutrisi
2)      Kriteria hasil
-    Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
-    Hb dan albumin dalam batas normal
3)      Rencana tindakan
a)      Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk
b)      Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan
c)      Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan
d)     Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
e)      Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang
f)       Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien dapat menelan air
g)      Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
h)      Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan
i)        Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau makanan melalui selang  
4)      Rasional 
a)Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
b)            Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
c)Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler
d)           Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan
e)Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar
f)             Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut, menurunkan terjadinya aspirasi
g)            Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya tersedak
h)            Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan
i)              Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.

g             Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat
1)      Tujuan
Klien tidak mengalami kopnstipasi
2)      Kriteria hasil
-          Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat
-          Konsistensi feses lunak
-          Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )
-          Bising usus normal ( 7-12  kali per menit )
3)      Rencana tindakan
a)      Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi
b)      Auskultasi bising usus
c)      Anjurkan pada klien untuk makan makanan yang mengandung serat
d)     Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada kontraindikasi
e)      Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien
f)       Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif, suppositoria, enema)
4)      Rasional  
a)      Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi
b)      Bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltik
c)      Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi reguler
d)     Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi reguler
e)      Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus oto abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltik
f)       Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan massa feses dan membantu eliminasi.

h             Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
1)      Tujuan
Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
2)      Kriteria hasil
- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
3)      Rencana tindakan
a)      Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin
b)      Rubah posisi tiap 2 jam
c)      Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol
d)     Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi
e)      Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi
f)       Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit
4)      Rasional 
a)      Meningkatkan aliran darah kesemua daerah
b)      Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
c)      Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol
d)     Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler
e)      Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
f)       Mempertahankan keutuhan kulit.

i               Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi
1)      Tujuan :
Jalan nafas tetap efektif.
2)      Kriteria hasil :
-             Klien tidak sesak nafas
-             Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
-             Tidak retraksi otot bantu pernafasan
-             Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
3)      Rencana tindakan :
a)            Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat ketidakefektifan jalan nafas
b)            Rubah posisi tiap 2 jam sekali
c)            Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
d)           Observasi pola dan frekuensi nafas
e)            Auskultasi suara nafas
f)             Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
4)      Rasional :
a)            Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas
b)            Perubahan posisi dapat melepaskan sekret dari saluran pernafasan
c)            Air yang cukup dapat mengencerkan sekret
d)           Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
e)            Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas
f)             Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru.

j               Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi
1)      Tujuan :
Klien mampu mengontrol eliminasi urinya
2)      Kriteria hasil :
-             Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia
-             Tidak ada distensi bladder
3)      Rencana tindakan :
a)            Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering
b)            Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari
c)            Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan kutaneus dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal)
d)           Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal yang telah direncanakan
e)            Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc per hari bila tidak ada kontraindikasi)
4)      Rasional :
a)            Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi kandung kemih yang berlebih
b)            Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu mencegah enuresis
c)            Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih
d)           Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume urine sehingga memerlukan untuk lebih sering berkemih
e)            Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal.

3.         Pelaksanaan
       Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah di susun pada tahap pencanaan. (Nasrul Effendy, 1995)

4.         Evaluasi
       Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang di sengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang. (Lismidar, 1990).

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Wendra (1999). Petunjuk Praktis Rehabilitasi Penderita Stroke, Bagian Neurologi FKUI /RSCM,UCB Pharma Indonesia, Jakarta.

Brunner / Suddarth., (1984). Medical Surgical Nursing. JB Lippincot Company, Philadelphia.

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8, EGC, Jakarta.

Depkes RI. (1996). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Diknakes, Jakarta.

Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.

Donnad. (1991). Medical Surgical Nursing. WB Saunders.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3, EGC, Jakarta.

Harsono. (1996). Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi 1, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Harsono. (2000). Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hudak C.M.,Gallo B.M. (1996). Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi VI, Volume II, EGC, Jakarta.

Ignatavicius D.D., Bayne M.V. (1991). Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach An HBJ International Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.

Ignatavicius D.D., Workman M.L., Mishler M.A. (1995). Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach. 2nd  edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.

Islam, Mohammad Saiful. (1998). Stroke : Diagnosis Dan Penatalaksanaannya. Lab/SMF Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

Juwono, T. (1996). Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek. EGC, Jakarta.

Lismidar, (1990). Proses Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta.

Mardjono M., Sidharta P. (1981). Neurologi Klinis Dasar. PT Dian Rakyat, Jakarta.

Price S.A., Wilson L.M.  (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4, Buku II, EGC, Jakarta.

Rochani, Siti. (2000). Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Saraf Indonesia. Surabaya.

Satyanegara. (1998). Ilmu Bedah Saraf, Edisi Ketiga. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Susilo, Hendro. (2000). Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu Pendekatan Baru Millenium III. Bangkalan.

Widjaja, Linardi. (1993). Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke. Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

No comments:

Post a Comment

 
Copyright © 2010 Askep Lengkap. All rights reserved.
Blogger Template by